HOME | PROFIL PONDOK | PHOTO ULAMA | GALERY PONDOK | PESANTREN ALMUBAROK | DOWNLOAD MUROTTAL TIMUR TENGAH | IPUL'S BLOG PONDOK PESANTREN USWATUN KHASANAH, ALAMAT : JL. PHANDAWA RT 05 RW 01 DESA KALIRANDU KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG JAWA TENGAH HP. 081911669733, REKENING BRI UNIT PETARUKAN NO. 3793-01-008652-53-6 ATAS NAMA PONPES USWATUN KHASANAH KALIRANDU PETARUKAN... Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir. Pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan pahala bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Selasa, 28 Januari 2014

Kunjungilah Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW yang insya Allah akan diselenggarakan pada :

Hari         : Ahad malam Senin, 9 Februari 2014
Pukul       : 19.30 WIB - Selesai
Tempat : Halaman Pondok Pesantren Uswatun Hasanah
Pembiecara : Maulana Al Habib Luthfi bin Yahya dari Pekalongan (Rais 'Am Jam'iyyah Ahlitoriqoh Almu'tabaroh Annahdiyah)
baca selengkapnya -

Sabtu, 02 Juni 2012

FATWA K.H. HASYIM ASY'ARI

Jauh-jauh hari sebelum Khomeini mencuci otak pemuda-pemuda kita di Iran dan melalui mereka mengexport revolusi Syi’ahnya ke Indonesia, KH Hasyim Asy’ari (pendiri N.U.) ketika meMbuat Qanun Asasi Li Jam’iyah Nahdlatul Ulama, beliau sudah mewanti-wanti agar kaum Nahdliyyin berpegang teguh dengan aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah (SyafI’i, Maliki, Hanafi dan Hambali) serta waspada dan tidak mengikuti Madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah. Hal mana karena keduanya adalah Ahli Bid’ah.
Dalam halaman 7 (tujuh) Qanun Asasi tersebut beliau menyampaikan Hadits Rosulillah SAW, yang berbunyi:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (إِذَا ظَهَرَتِ الْفِتَنُ أو الْبِدَعُ , وَسُبَّ أَصْحَابِي , فَعَلَى الْعَالِمِ أَنْ يُظْهِرَ عِلْمَهُ , فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ , وَالْمَلاَئِكَةِ , وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا ، وَلاَ عَدْلاً.)  (أخرجه الخطيب فى الجامع بين أداب الراوى والسّامع )
“Apabila timbul fitnah atau Bid’ah, dimana Sahabat Sahabatku dicaci maki, maka setiap orang yang berilmu diperintahkan untuk menyampaikan ilmunya (menyampaikan apa yang ia ketahui mengenai kesesatan Syi’ah). Dan barang siapa tidak melaksanakan perintah tersebut, maka dia akan mendapat laknat dari Alloh dan dari Malaikat serta dari seluruh manusia. Semua amal kebajikannya, baik yang berupa amalan wajib maupun amalan sunnah tidak akan diterima oleh Alloh”.
Kemudian di halaman 9 (sembilan) Qanun Asasai tersebut beliau juga berfatwa, bahwa Madzhab yang paling benar dan cocok untuk di ikuti di akhir zaman ini adalah empat Madzhab, yakni Syafe’i, Maliki, Hanafi dan Hambali (keempatnya Ahlussunnah Wal Jamaah).
Selanjutnya beliau berkata; “Selain empat Madzhab tersebut juga ada lagi Madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah, tapi keduanya adalah Ahli Bid’ah, tidak boleh mengikuti atau berpegangan dengan kata kata mereka”.
Adapun mengenai Assawadul A’dhom (golongan terbanyak) sebagai tanda golongan yang selamat dan akan masuk Surga, maka di halaman 9 (sembilan) Qanun Asasi tersebut, KH Hasyim Asy’ari telah mengutib sabda Rosululloh SAW. sbb:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّبِعُوا السَّوَادَ الْأَعْظَم.
“Ikutlah kalian kepada Assawadul A’dhom (Golongan terbanyak)”
Menanggapi Hadits Assawadul A’dhom tersebut, KH Hasyim Asy’ari berfatwa; “ Karena fakta membuktikan bahwa empat Madzhab, yakni Syafe’i, Maliki, Hanafi dan Hambali (kesemuanya Ahlussunnah Wal Jamaah) tersebut merupakan Madzhab yang paling banyak pengikutnya, maka barang siapa mengikuti Madzhab empat tersebut berarti mengikuti Assawadul A’dhom dan siapa saja keluar dari empat Madzhab tersebut, berarti telah keluar dari Assawadul A’dhom ”.
Dengan adanya fatwa fatwa tersebut diatas, jelas bagi kita bahwa KH. Hasyim Asy’ari sudah berusaha agar kaum Nahdiyyin berpegang teguh dengan empat Madzhab Ahlussunnah serta waspada dan tidak sampai terpengaruh dengan propaganda Syi’ah.
Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana dengan oknum pengurus N.U. yang sampai sekarang menjadi jurkamnya Syi’ah dan terus berusaha mensyiahkan orang-orang N.U. ?.
Demikian telah kami sampaikan kepada pembaca terutama kepada kaum Nahdliyyin, fatwa fatwa serta himbauan dari Hadrat Asy-Syaih KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama
baca selengkapnya - FATWA K.H. HASYIM ASY'ARI

Sabtu, 31 Maret 2012

PONDOK PESANTREN TEBUIRENG

Pondok Pesantren Tebuireng didirikan oleh Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M. Beliau dilahirkan pada hari Selasa Kliwon tanggal 24 Dzul Qa’dah 1287 H. bertepatan dengan 14 Pebruari 1871 M. Kelahiran beliau berlangsung di rumah kakeknya, Kyai Utsman, di lingkungan Pondok Pesantren Gedang Jombang.
 
Hasyim kecil tumbuh dibawah asuhan ayah dan ibu dan kakeknya di Gedang. Dan seperti lazimnya anak kyai pada saat itu, Hasyim tak puas hanya belajar kepada ayahnya, pada usia 15 tahun ia pergi ke Pondok Pesantren Wonokoyo Pasuruan lalu pindah ke Pondok Pesantren Langitan Tuban dan ke Pondok Pesantren Tenggilis Surabaya. Mendengar bahwa di Madura ada seorang kyai yang masyhur, maka setelah menyelesaikan belajarnya di Pesantren Tenggilis ia berangkat ke Madura untuk belajar pada Kyai Muhammad Kholil. Dan masih banyak lagi tempat Hasyim menimba ilmu pengetahuan agama, hingga ahirnya beliau diambil menantu oleh salah satu gurunya yaitu Kyai Ya’qub, pada usia 21 tahun Hasyim dinikahkan dengan putrinya yang bernama Nafisah pada tahun 1892.
 
Tak lama kemudian, bersama mertua dan isterinya yang sedang hamil pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji sambil menuntut ilmu. Namun musibah seakan menguji ketabahannya, karena tidak lama istrinya tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal. kesedihan itu semakin bertumpuk, lantaran empat puluh hari kemudian buah hatinya, Abdullah, wafat mengikuti ibunya.

Selama di Mekkah, Hasyim muda berguru kepada banyak ulama’ besar. Antara lain kepada Syekh Syuaib bin Abdurrahman, Syekh Muhammad Mahfuzh at-Turmusi dan Syekh Muhammad Minangkabau dan masih banyak lagi ulama’ besar lainnya.
Sejak pulang dari pengembaraannya menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren terkemuka dan bahkan ke tanah suci Mekkah, beliau terobsesi untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh. Peninggalan beliau yang tidak akan pernah dilupakan orang adalah Pondok Pesantren Tebuireng.

Dusun Tebuireng dulu dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan semua perilaku negatif lainnya. Namun sejak kedatangan Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari bersama beberapa santri yang beliau bawa dari pesantren kakeknya (Gedang) pada tahun 1899 M. secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut mulai berubah semakin baik, semua perilaku negatif masyarakat di Tebuireng terkikis habis dalam masa yang relatif singkat. Dan santri yang mulanya hanya beberapa orang dalam beberapa bulan saja jumlahnya meningkat menjadi 28 orang.

Awal mula kegiatan dakwah Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari dipusatkan di sebuah bangunan kecil yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyam-anyaman bambu (Jawa; gedek), bekas sebuah warung pelacuran yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang beliau beli dari seorang dalang terkenal. Satu ruang depan untuk kegiatan pengajian, sementara yang belakang sebagai tempat tinggal Kyai Hasyim Asy’ari bersama istri tercinta Ibu Nyai Khodijah.

Tentu saja dakwah Kyai Hasyim Asy’ari tidak begitu saja memperoleh sambutan baik dari penduduk setempat. Tantangan demi tantangan yang tidak ringan dari penduduk setempat datang silih berganti, para santri hampir setiap malam selalu mendapat tekanan fisik berupa senjata celurit dan pedang. Kalau tidak waspada, bisa saja diantara santri terluka karena bacokan. Bahkan untuk tidur para santri harus bergerombol menjauh dari dinding bangunan pondok yang hanya terbuat dari bambu itu agar terhindar dari jangkauan tangan kejam para penjahat.

Dan gangguan yang sampai dua setengah tahun lebih itu masih terus saja berlanjut, hingga Kyai Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirim utusan ke Cirebon guna mencari bantuan berbagai macam ilmu kanuragan kepada 5 kyai yakni; Kyai Saleh Benda, Kyai Abdullah Pangurangan, Kyai Syamsuri Wanatara, Kyai Abdul Jamil Buntet dan Kyai Saleh Benda Kerep.
Dari kelima kyai itulah Kyai Hasyim Asy’ari belajar silat selama kurang lebih 8 bulan. Dan sejak itulah semakin mantap keberanian Kyai Hasim Asy’ari untuk melakukan ronda sendirian pada malam hari menjaga keamanan dan ketenteraman para santri.

Dengan perjuangan gigih tak kenal menyerah Kyai Hasyim Asy’ari akhirnya berhasil membasmi kejahatan dan kemaksiatan yang telah demikian kentalnya di Tebuireng. Keberadaan Pondok Pesantren Tebuireng semakin mendapat perhatian dari masyarakat luas.
Dalam perjalanan sejarahnya, hingga kini Pesantren Tebuireng telah mengalami 7 kali periode kepemimpinan. Secara singkat, periodisasi kepemimpinan Tebuireng sebagai berikut:

Periode I       : KH. Muhammad Hasyim Asy’ari : 1899 – 1947
Periode II      : KH. Abdul Wahid Hasyim : 1947 – 1950
Periode III     : KH. Abdul Karim Hasyim : 1950 – 1951
Periode IV
   : KH. Achmad Baidhawi : 1951 – 1952
Periode V     : KH. Abdul Kholik Hasyim : 1953 – 1965
Periode VI    : KH. Muhammad Yusuf Hasyim : 1965 – 2006
Periode VII   : KH. Salahuddin Wahid : 2006 - sekarang

Perkembangan Pondok Pesantren Tebuireng
Sebagai pesantren tradisional, Pondok Pesantren Tebuireng pada awal kelahirannya telah mampu menunjukkan perannya yang sangat berarti bagi negeri ini, yang sedang berjuang melawan penjajah Belanda dan Jepang. Maka dengan pengaruhnya yang besar dalam masyarakat, Pondok Pesantren Tebuireng mendorong segenap lapisan masyarakat –khususnya umat Islam– untuk berjuang melawan penjajah serta mengantar dan memberi semangat bangsa ini berperang mengusir penjajah dan senantiasa mununjukkan sikap anti pati terhadap Belanda. Bahkan pernah muncul fatwa dari Pondok Pesantren Tebuireng, tentang haramnya memakai dasi bagi umat Islam, karena hal demikian –menurut Kyai Hasyim Asy’ari– dianggap menyamai penjajah. Fatwa ini tujuannya tidak lain adalah untuk membangun kesan pada masyarakat tentang betapa pentingnya sikap menentang dan membentuk sikap anti pati terhadap penjajah, agar kemerdekaan segera diraih bangsa ini.

Seiring dengan perjalanan waktu Pondok Pesantren Tebuireng tumbuh demikian pesatnya, santri yang berdatangan menimba ilmu semakin banyak dan beragam, masing-masing membawa misi dan latar belakang yang beragam pula. Kenyataan demikian mendorong Pondok Pesantren Tebuireng memenuhi beberapa keinginan yang hendak diraih para santrinya, sehingga siap berpacu dengan perkembangan zaman.

Untuk kepentingan tersebut, Pondok Pesantren Tebuireng beberapa kali telah melakukan perubahan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana pesantren-pesantren pada zaman itu, sistem pengajaran yang digunakan adalah metode sorogan (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab kuning di hadapan guru), metode weton atau bandongan ataupun halqah (kyai membaca kitab dan santri memberi makna). Semua bentuk pengajaran tidak dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan bergantinya kitab yang khatam (selesai) dikaji dan diikuti santri. Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam, ilmu syari’at dan bahasa Arab. Dan inilah sesungguhnya misi utama berdirinya pondok pesantren.

Perubahan sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali diadakan Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1919 M. yakni dengan penerapan sistem madrasi (klasikal) dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat, yakni Shifir Awal dan Shifir Tsani.

Hingga pada tahun 1929 M. kembali dirintis pembaharuan, yakni dengan dimasukkannya pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran. Satu bentuk yang belum pernah ditempuh oleh pesantren manapun pada waktu itu. Dalam perjalanannya penyelenggaraan madrasah ini berjalan lancar. Namun demikian bukan tidak ada tantangan, karena sempat muncul reaksi dari para wali santri –bahkan– para ulama’ dari pesantren lain. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat pelajaran umum saat itu dianggap sebagai kemungkaran, budaya Belanda dan semacamnya. Hingga banyak wali santri yang memindahkan putranya ke pondok lain. Namun madrasah ini berjalan terus, karena disadari bahwa ini pada saatnya nanti ilmu umum akan sangat diperlukan bagi para lulusan pesantren.
baca selengkapnya - PONDOK PESANTREN TEBUIRENG

Rabu, 09 November 2011

Habaib

Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi, Kwitang Jakarta
 
 Habib Ali bin Husen Al Attas (Habib Ali Bungur)

 Habib Ali Kwitang bersama Habib Ali Bungur

Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor Bondowoso

 Habib Alwi bin Muhammad bin Ahmad Alhaddad Empang Bogor

Habib Salim bin Hafidz bin Syeikh Abu Bakar bin Salim Bondowoso
Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, Bukit Duri Jakarta (waktu muda)

 Alwalid Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf Bukit Duri

Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah

 Habib Abdul Qadir bil Faqih Malang


Habib Abdullah bin Muhammad Tarim

Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik

Habib Ahmad Masyhur bin Toha Alhaddad Makkah

 Habib Abu Bakar bin Abdullah Alhabsyi, Tarim Hadromaut

 Habib Ali bin Ja'far bin Muhammad Alaydrus Batu Pahat

 Habib Abdullah bin Muhsin Alattas, Empang Bogor

Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alattas, Sapuro Pekalongan

Habib Alwi bin Ali Alhabsyi Solo

Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf Jeddah

Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih Malang

Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar Assegaf

Habib Anis bin Alwi Alhabsyi Solo

Habib Hasan bin Abdullah Asshatiri Tarim, Hadromaut

Alhabib Dr. Muhammad bin Alwi bin Abbas Almaliki Alhasani, Makkah

Habib Idrus bin Salim Aljufri, Palu

Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan

Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan Jakarta

Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Solo


















baca selengkapnya - Habaib

Selasa, 11 Oktober 2011

Rame-rame

Silaturahmi Ndalem Kyai 

 Kumpul bareng-bareng alumni

 Bergaya dulu ah...!!!

Senior kita

Foto bersama di depan kediaman Ust. Ahmad Nadzif









baca selengkapnya - Rame-rame

Jumat, 07 Oktober 2011

SYEKH NAWAWI ALBANTANI


Kiai Nawawi Banten(1230-1314 H/1813-1897 M) atau lebih dikenal dengan nama Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi Asy-Syafi’i adalah satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjid Al-Haram di Makkah Al-Mukarramah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dua yang lain ialah muridnya, yaitu Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, dan Kiai Mahfudz Termas, Pacitan (wafat 1919-20 M).
Namanya lengkapnya ialah Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin Arabi al-Jawi al-Bantani. Ia dilahirkan di Tanara, Serang, Banten, pada tahun 1230 H/1813 M. Ayahnya seorang tokoh agama yang sangat disegani. Ia masih punya hubungan nasab dengan Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Istrinya yang pertama bernama Nasimah, juga lahir di Tanara. Darinya, Kiai Nawawi dikaruniai tiga putri, Nafisah, Maryam, dan Rubi’ah. Istrinya yang kedua, Hamdanah, memberinya satu putri: Zuhrah. Konon, Hamdanah yang baru berusia belasan tahun dinikahi sang kiai pada saat usianya kian mendekati seabad. Pada usia 15 tahun, Nawawi muda pergi belajar ke Tanah Suci Makkah, karena saat itu Indonesia –yang namanya masih Hindia Belanda- dijajah oleh Belanda, yang membatasi kegiatan pendidikan di Nusantara. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Indonesia untuk menyalurkan ilmunya kepada masyarakat.
Tak lama ia mengajar, hanya tiga tahun, karena kondisi Nusantara masih sama, di bawah penjajahan Belanda, yang membuat ia tidak bebas bergiat. Iapun kembali ke Makkah dan mengamalkan ilmunya di sana, terutama kepada orang Indonesia yang belajar di sana. Banyak sumber menyatakan Kiai Nawawi wafat di Makkah dan dimakamkan di Ma’la pada 1314 H/ 1897 M, namun menurut Al-A’lam dan Mu’jam Mu’allim, ia wafat pada 1316 H/ 1898 M.

PENGGERAK MILITANSI MUSLIM

Meski pandangannya terhadap perempuan masih terlalu ortodoks dan sebagaimana lazimnya permikiran tradisional Islam, masih menganggapnya sebagai objek, jejak Kiai Nawawi, baik melalui murid dan pengikutnya maupun melalui kitabnya, yang masih berpengaruh dan dipakai di pesantren hingga kini, benar-benar pantas menempatkannya sebagai nenek moyang gerakan intelektual Islam di Nusantara. Bahkan, sangat boleh jadi, ia merupakan bibit penggerak (King Maker) militansi muslim terhadap penjajah Belanda.
Pada masanya, saat perjalanan haji mulai berfungsi sebagai pemersatu Nusantara dan perangsang antikolonialisme, ketiga ulama tersebut sebagai bagian dari masyarakat “Jawah Mukim” punya peran penting sebagai perantara antara orang Nusantara dan gerakan agama serta politik di bagian dunia Islam yang lain. Ketiganya mengilhami gerakan agama di Indonesia dan mendidik banyak ulama yang kemudian berperan penting di tanah air.
Sebagai pengarang yang paling produktif, Kiai Nawawai Banten punya pengaruh besar di dikalangan sesama orang Nusantara dan generasi berikutnya melalui pengikut dan tulisannya. Tak kurang dari orientalis Dr. C. Snouck Hurgronje memujinya sebagai orang Indonesia yang paling alim dan rendah hati. Ia menerbitkan lebih dari 38 karya. Ada sumber yang mengatakan ia menulis lebih dari 100 kitab.

PENULIS MULTI DIMENSI

Kitab tafsirnya, Al-Tafsir Al-Munir li Ma’alim al-Tanzil sangat terkenal. Ia menulis kitab dalam hampir setiap disiplin ilmu yang dipelajari di pesantren. Berbeda dari pengarang Indonesia sebelumnya, ia menulis dalam bahasa Arab. Beberapa karyanya merupakan syarah (komentar) atas kitab yang telah digunakan di pesantren serta menjelaskan, melengkapi, dan terkadang mengkoreksi matan (kitab asli) yang dikomentari.
Sejumlah syarah-nya benar-benar menggantikan matan asli dalam kurikulum pesantren. Tidak kurang dari 22 karyanya (ia menulis paling sedikit dua kali jumlah itu) masih beredar dan 11 kitabnya yang paling banyak digunakan di pesantren. Kiai Nawawi Banten berdiri pada titik peralihan antara dua periode dalam tradisi pesantren. Ia memperkenalkan dan menafsirkan kembali warisan intelektualnya dan memperkayanya dengan menulis karya baru berdasarkan kitab yang belum dikenal di Indonesia pada zamannya. Semua kyai zaman sekarang menganggapnya sebagai nenek moyang intelektual mereka.
Bahkan, Ahmad Khatib Minangkabau, bapak reormasi Islam Indonesia, pun termasuk siswanya. Muridnya yang lain antara lain, K.H. Hasyim Asy-ari, K.H. Khalil Bangkalan, K.H. Raden Asnawi, dan K.H. Tubagus Asnawi.

DARI AKIDAH HINGGA RIWAYAT HADITS

Kitabnya, Qathr al-Ghaits, merupakan syarah dari kitab akidah terkenal, Ushul 6 Bis, karya Abu Laits al-Samarqandi, yag di Jawa lebih dikenla sebagai Asmaraqandi. Bersama karya Ahmad Subki Pekalongan, Fath al-Mughits, yang merupakan terjemahan Jawa Ushul 6 Bis, Qathr al-Ghaits banyak dipakai dan menjadikan Ushul 6 Bis lebih terkenal.
Ushul 6 Bis ialah karya tentang ushuluddin yang terdiri atas enam bab yang masing-masing dibuka dengan kata bismillah. Pada abad ke-19, Ushul 6 Bis merupakan kitab akidah pertama yang dipelajari di pesantren tingkat rendah Indonesia. Dua kitab lain yang diajarkan di tingkat yang sama ialah kitab fiqh at-Taqrib fi al-Fiqh karya Abu Syuja’ al-Isfahani dan Bidayah al-Hidayah, ringkasan Ihya karya al-Ghazali.
Kitab Muhammad Nawawi bin ‘Umar al-Jawi al-Bantani, Madarij al-Su’ud Ila Ikhtisah al-Burud, yang berbahasa Arab dalam berbagai terbitan merupakan adaptasi Indonesia kitab karya Ja’far bin Hasan al-Barzinji tentang Maulid an-Nabi (‘Iqd al-Jawahir).
Karya acuan yang paling penting ialah Minhaj at-Thalibin karya Nawawi dan komentarnya atas karya Khatib Syarbini, Mughni al-Muhtaj. Minhaj yang menjadi dasar utama semua teks juga dianggap sebagai sumber riil otoritas.
Teks dasar dalam bidang akidah ialah Umm Al-Barahin (disebut juga Al-Durrah) karya Abu’Abdullah M. bin Yusuf al-Sanusi (wafat 895 H/ 1490 M). Syarah yang lebih mendalam, yang dikenal sebagai as-Sanusi, ditulis oleh pengarangnya sendiri. Karya lain yang sebagain didasarkan atas As-Sanusi ialah Kifayah al-‘Awwam karya Muhammad bin Muhammadal-Fadhdhali (wafat 1236 H/ 1821 M) yang sangat popular di Indonesia. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dalam Mac Donald1903, halaman 315-351.
Murid Fadhali, Ibrahim Bajuri (wafat 1277 H/1861 M) menulis syarah-nya, Taqiq al-Maqam ‘Ala Kifayah al’Awwam, yang dicetak bersama Kifayah dalam edisi Indonesia. Syarah ini di-hasyiyah-kan oleh nawawi banten dalam karya yang banyak dibaca orang, Tijan ad-Durari.

DARI ANAK MUDA HINGGA ADAB

Kitab singkat berbentuk sajak bagi mereka yang berusia belia dan baru mengerti bahasa Arab, ‘Aqidah al-Awwam, ditulis oleh Ahmad al-Marzuqi al-Maliki al-Makki yang giat kira-kira 1864. Nawawi Banten menulis syarah yang terkenal atasnya, Nur Azh-Zhalam.
Nasha’ih al-‘Ibad juga merupakan karya lain Nawawi Banten. Kitab ini merupakan syarah atas karya Ibn Hajar al-‘Asqalani, an-Nabahah ‘ala Isti’dad. Kitab ini memusatkan pembahasan atas adab berperilaku dan seiring dijadikan karya pengantar mengenal akhlak bagi santri yang lebih muda.
Nawawi juga menulis syarah berbahasa Arab atas Bidayah al-Hidayah karya Abu Hamid al-Ghazali dengan judul Maraqi al-‘Ubudiyah yang lebih popular, jika dinilai dari jumlah edisinya yang berbeda-beda yang masih dapat ditemukan hingga sekarang. ‘Uqd al-Lujain fi Huquqf az-Zaujain ialah karya Nawawi tentang hak dan kewajiban istri. Ini adalah materi pelajaran wajib bagi santri putri di banyak pesantren. Dua terjemahan dan syarah-nya dalam bahasa Jawa beredar, Hidayah al-‘Arisin oleh Abu Muhammad Hasanuddin dari Pekalongan dan Su’ud al-Kaumain oleh Sibt al-Utsmani Ahdari al-Jangalani al-Qudusi.

TOKOH SUFI QADIRIYAH

Kiai Nawawi juga dicatat sebagai tokoh sufi yang beraliran Qadiriyah, yang didasarkan pada ajaran Syaikh Abdul-Qadir al-Jailani (wafat 561 H/ 1166M). sayang, hingga riwayat ini rampung ditulis, penulis belum mendapatkan bahan rujukan yang memuaskan tentang Kiai Nawawi Banten sebagai pengikut tarekat Qadiriyah ataukah tarekat gabungan Qadiriyah wa Naqshabandiyah.
Padahal, pembacaan sejak lama kitab Manaqib Abdul Qadir pada kesempatan tertentu merupakan indikasi kuatnya tarekat ini di Banten. Bahkan, Hikayah Syeh, terjemahan salah satu versi Manaqib, Khulashah al-Mafakhir fi Ikhtishar Manaqib al-Syaikh ‘Abd al-Qadir karangan ‘Afifuddin al-Yafi’I (wafat 1367M), sangat boleh jadi dikerjakan di Banten pada abad ke-17, mengingat gaya bahasanya yang sangat kuno. Lebih dari itu, pada pertengahan abad ke-18, Sultan Banten ‘Arif Zainul ‘Asyiqin, dalam segel resminya menggelari diri al-Qadiri.
Seabad kemudian, mukminin dari Kalimantan di Makkah, Ahmad Khatib Sambas (wafat 1878), mengajarkan tarekat Qadiriyah yang digabungkan dengan Naqshabandiyah. Kedudukannya sebagai pemimpin tarekat digantikan oleh Syaikh Abdul Karim Banten yang juga bermukim di Makkah. Di tangannya, tarekat gabungan ini berkembang pesat di Banten dan mempengaruhi meletusnya Geger Cilegon pada 1888 dan amalannya melahirkan debus.
Begitulah, Syeikh Nawawi bin ‘Umar al-Bantani yang hidup kira-kira satu abad setelah ‘Abd as-Samad al-Falimbani disebut dalam isnad kitab tasawuf yang diterbitkan oleh ahli isnad kitab kuning Syekh Yasin Padang (Muhammad Yasin bin Muhammad ‘Isa al-Fadani) sebagai mata rantai setelah ‘Abd as-Samad.
Kiai Nawawi yang sangat produktif itu juga menulis kitab syarah, Salalim al-Fudhala’, atas teks pelajaran tasawuf praktis Hidayah al-Adzkiya’ (Ila Thariq al-Auliya’) karya Zain ad-Din al-Malibari yang ditulis dalam untaian sajak pada 914 H/ 1508-09 M. kitab ini popular di Jawa, misalnya disebutkan dalam Serat Centhini. Salalim dicetak di tepi Kifayah al-Ashfiya’ karya Sayyid Bakri bin M. Syaththa’ ad-Dimyati.

PENYUMBANG BESAR ILMU FIQH

Kiai Nawawi termasuk ulama tradisional besar yang telah memberikan sumbangan sangat penting bagi perkembangan ilmu fiqh di Indonesia. Mereka memperkenalkan dan menjelaskan , melalui syarah yang mereka tulis, berbagai karya fiqh penting dan mereka mendidik generasi ulama yang menguasai dan memberikan perhatian kepada fiqh.
Ia menulis kitab fiqh yang digunakan secara luas, Nihayat al-Zain. Kitab ini merupakan syarah kitab Qurrat al-‘Ain, yang ditulis oleh ulama India Selatan abad ke-16, Zain ad-Din al-Malibari (w. 975 M). ulama India ini adalah murid Ibnu Hajar al-haitami (wafat 973 M), penulis Tuhfah al-Muhtaj, tetapi Qurrat dan syarah yag belakangan ditulis al-Malibari sendiri tidak didasarkan pada Tuhfah.
Qurrat al-‘Ain belakangan dikomentari dan ditulis kembali oleh pengarangnya sendiri menjadi Fath al-Muin. Dua orang yang sezaman dengan Kiai Nawawi Banten di Makkah tapi lebih muda usianya menulis hasyiyah (catatan) atas Fath al-Mu’in. Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha al-Dimyathi menulis empat jilid I’aanah at-Thalibbin yang berisikan catatan pengarang dan sejumlah fatwa mufti Syafi’I di Makkah saat itu, Ahmad bin Zaini Dahlan. Inilah kitab yang popular sebagai rujukan utama.
Kiai Nawawi Banten juga menulis dalam bahasa Arab Kasyifah as-Saja’, syarah atas dua karya lain yang juga penting dalam ilmu fiqh. Yang satu teks pengantar Sultan at-Taufiq yang ditulis oleh ‘Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’lawi (wafat 1272 H/ 1855 M). yang lain ialah Safinah an-Najah ditulis oleh Salim bin Abdullah bin Samir, ulama Hadrami yang tinggal di Batavia (kini: Jakarta) pada pertengahan abad ke-19.
Kitab daras (text book) ar-Riyadh alBadi’ah fi Ushul ad-Din wa Ba’dh Furu’ asy-Syari’ah yang membahas butir pilihan ajaran dan kewajiban agama diperkenalkan oleh Kyai Nawawi Banten pada kaum muslimin Indonesia. Tak banyak diketahui tentang pengarangnya, Muhammad Hasbullah. Barangkali ia sezaman dengan atau sedikit lebih tua dari Kiai Nawawi banten. Ia terutama dikenal karena syarah Nawawi, Tsamar al-Yani’ah. Karyanya hanya dicetak di pinggirnya.
Sullam al-Munajat merupakan syarah Nawawi atas pedoman ibadah Safinah ash-Shalah karangan Abdullah bin ‘Umar al-Hadrami, sedangkan Tausyih Ibn Qasim merupakan komentarnya atas Fath al-Qarib. Walau bagaimanapun, masih banyak yang belum kita ketahui tentang Kiai Nawawi Banten.
baca selengkapnya - SYEKH NAWAWI ALBANTANI

LEMBAGA PENDIDKAN MA'ARIF NU

I. SEJARAH SINGKAT
 
Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (PP LP Ma'arif NU) merupakan salah satu aparat departementasi di lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Didirikannya lembaga ini di NU bertujuan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan NU. Bagi NU, pendidikan menjadi pilar utama yang harus ditegakkan demi mewujudkan masyarakat yang mandiri. Gagasan dan gerakan pendidikan ini telah dimulai sejak perintisan pendirian NU di Indonesia. Dimulai dari gerakan ekonomi kerakyatan melalui Nadlatut Tujjar (1918), disusul dengan Tashwirul Afkar (1922) sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan, hingga Nahdlatul Wathan (1924) yang merupakan gerakan politik di bidang pendidikan, maka ditemukanlah tiga pilar penting bagi Nadhlatul Ulama yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1334 H, yaitu: (1) wawasan ekonomi kerakyatan; (2) wawasan keilmuan, sosial, budaya; dan (3) wawasan kebangsaan.
Untuk merealisasikan pilar-pilar tersebut ke dalam kehidupan bangsa Indonesia, NU secara aktif melibatkan diri dalam gerakan-gerakan sosial-keagamaan untuk memberdayakan umat. Di sini dirasakan pentingnya membuat lini organisasi yang efektif dan mampu merepresentasikan cita-cita NU; dan lahirlah lembaga-lembaga dan lajnah seperti Lembaga Dakwah, Lembaga Pendidikan Ma'arif, Lembaga Sosial Mabarrot, Lembaga Pengembangan Pertanian, dan lain sebagainya, yang berfungsi menjalankan program-program NU di semua lini dan sendi kehidupan masyarakat. Gerakan pemberdayaan umat di bidang pendidikan yang sejak semula menjadi perhatian para ulama pendiri ( the founding fathers ) NU kemudian dijalankan melalui lembaga yang bernama Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU). Lembaga ini bersama-sama dengan jam'iyah NU secara keseluruhan melakukan strategi-strategi yang dianggap mampu meng- cover program-program pendidikan yang dicita-citakan NU.
Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU) merupakan aparat departentasi Nahdlatul Ulama (NU) yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan pendidikan Nahdlatul Ulama, yang ada di tingkat Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, dan Pengurus Majelis Wakil Cabang. Kedudukan dan fungsi LP Ma'arif NU diatur dalam BAB VI tentang Struktur dan Perangkat Organisasi pasal 1 dan 2; serta ART BAB V tentang Perangkat Organisasi. LP Ma'arif NU dalam perjalannya secara aktif melibatkan diri dalam proses-proses pengembangan pendidikan di Indonesia. Secara institusional, LP Ma'arif NU juga mendirikan satuan-satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar, menangah hingga perguruan tinggi; sekolah yang bernaung di bawah Departemen Nasional RI (dulu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI) maupun madrasah; maupun Departemen Agama RI) yang menjalankan Hingga saat ini tercatat tidak kurang dari 6000 lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh pelosok tanah air bernaung di bawahnya, mulai dari TK, SD, SLTP, SMU/SMK, MI, MTs, MA, dan beberapa perguruan tinggi.
 
II. VISI DAN MISI

2.1. Visi
  • Dengan mengambangkan sistem pendidikan dan terus berupaya mewujudkan pendidikan yang mandiri dan membudayakan ( civilitize ), LP Ma'arif NU akan menjadi pusat pengembangan pendidikan bagi masyarakat, baik melalui sekolah, madrasah, perguruan tinggi, maupun pendidikan masyarakat.
  • Merepresentasikan perjuangan pendidikan NU yang meliputi seluruh aspeknya, kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
  • Menciptakan komunitas intitusional yang mampu menjadi agent of educational reformation dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan pembangunan masyarakat beradab. 
 
2.2. Misi
  • Menciptakan tradisi pendidikan melalui pemberdayaan manajemen pendidikan yang demokratis, efektif dan efisien, baik melalui pendidikan formal maupun non-formal
  • Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pendidikan, terutama pada masyarakat akar rumput ( grass root ), sehingga terjalin sinegri antar kelompok masyarakat dalam memajukan tingkat pendidikan
  • Memperhatikan dengan sungguh-sungguh kualitas tenaga kependidikan, baik kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi melalui penyetaraan dan pelatihan serta penempatan yang proporsional, dengan dukungan moral dan material.
  • Mengembangkan system informasi lembaga pendidikan sebagai wahana penyelenggaraan komunikasi, informasi dan edukasi serta penyebarluasan gagasan, pengalaman dan hasil-hasil kajian maupun penelitian di bidang ilmu, sains dan teknologi lewat berbagai media.
  • Memperkuat jaringan kerja sama dengan instansi pemerintah, lembaga/institusi masyarakat dan swasta untuk pemberdayaan lembaga pendidikan guna meningkatkan kualitas pendidikan maupuh subyek-subyek yang terlibat, langsung maupun tidak langsung, dalam proses-proses pendidikan.

III. KEBIJAKAN DAN STRATEGI

3.1. Kebijakan
  • Menata dan mensosialisasikan kepengurusan LP Maarif NU.
  • Melanjutkan penyusunan database satuan pendidikan di lingkungan NU.
  • Mempertegas identitas pendidikan (Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi) Ma'arif NU.
  • Meningkatkan madrasah/sekolah unggul dan perguruan tinggi di masing-masing wilayah.
  • Meningkatkan hubungan dan jaringan ( networking ) kerja sama dengan lembaga Internasional
3.2. Strategi
  • Menguatkan soliditas dan komitmen Pengurus Ma'arif NU di semua tingkatannya;
  • Menggalang kekuatan struktural dan kultural warga NU (nahdliyin) dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan Ma'arif NU;
  • Mendirikan badan-badan usaha di bawah naungan PP LP Ma'arif NU untuk mencukupi kebutuhan pendanaan;
  • Meningkatkan partisipasi pendidikan warga NU (nahdliyin) melalui berbagai bentuk kerja sama yang saling menguntungkan;
  • Membuka dan memperluas jaringan kerja sama dengan berbagai instansi dalam dan luar negeri, baik pemerintah maupun swasta.

IV. POLA HUBUNGAN ORGANISASI

1. Konsultatif
Hubungan kelembagaan yang bersifat konsultatif adalah hubungan antara Pimpinan LP Ma'arif NU dengan Dewan Penasehat pada masing-masing tingkatannya. Selain itu hubungan konsultatif juga dibangun antara LP Ma'arif dengan para ulama, tokoh, dan sesepuh di kalangan Nahdlatul Ulama. Hubungan seperti ini diperlukan untuk meminta pertimbangan-pertimbangan yang bersifat moral di luar kebijakan dasar konstitusional organisasi dalam rangka mengembangkan program-program LP Ma'arif NU
2. Koordinatif-Konsolidatif
Hubungan koordinatif-konsolidatif adalah hubungan antar Pimpinan LP Ma'arif NU yang secara bertingkat dapat diurutkan dari Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Wakil Cabang. Hubungan koordinatif-konsolidatif juga dilakukan antara Pimpinan LP Ma'arif NU dengan sekolah, madrasah, maupun perguruan tinggi yang menjadi binaannya.
3. Instruktif
Hubungan instruktif adalah hubungan antar Pengurus NU dan Pimpinan LP Ma'arif NU yang secara bertingkat dapat diurutkan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama kepada Pimpinan Pusat LP Ma'arif, Pengurus Wilayah NU kepada Pimpinan Wilayah LP Ma'arif, Pengurus Cabang NU kepada Pimpinan Cabang LP Ma'arif.
baca selengkapnya - LEMBAGA PENDIDKAN MA'ARIF NU

Arti Lambang NU


Lambang Nahdlatul Ulama terdiri dari :
  1. Bola dunia (globe), melambangkan bumi tempat manusia hidup dan mencari kehidupan yaitu dengan berjuang, beramal, dan berilmu. Bumi mengingatkan bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah serta dikeluarkan dari tanah pada hari kiamat.
  2. Peta Indonesia yang terlihat pada globe, melambangkan bahwa NU berdiri di Indonesia dan berjuang untuk kekayaan negara RI.
  3. Tali bersimpul yang melingkari globe, melambangkan persatuan yang kokoh dan ikatan di bawahnya melambangkan hubungan manusia dengan Allah SWT. Untaian tali berjumlah 99, melambangkan Asmaul Husna agar manusia hidup bahagia di dunia dan akhirat.
  4. Bintang besar, melambangkan kepemimpinan nabi Muhammad SAW. Empat bintang di atas garis katulistiwa melambangkan kepemimpinan Khulafaur Rosyidin (Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khotob, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib). Empat di bawah garis katulistiwa melambangkan empat madzab (Imam Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi). Jumlah bintang ada 9 melambangkan Walisongo.
  5. Tulisan arab “Nahdlatul Ulama” membentang dari kanan ke kiri, menunjukkan nama organisasi yang berarti kebangkitan para Ulama.
  6. Warna dasar hijau melembangkan kesuburan tanah air Indonesia, Sedangkan tulisan berwarna putih melambangkan kesucian.
Bedasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa NU adalah organisasi keagamaan yang setia mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. dan para sahabat, menganut salah satu madzhab empat serta sebagai kelanjutan dari perjuangan Walisongo dalam berdakwah islam di Indonesia.
baca selengkapnya - Arti Lambang NU

Rabu, 21 September 2011

Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia

Berikut daftar nama-nama perguruan tinggi negeri / PTN yang ada di Indonesia :

1. Universitas Airlangga / UNAIR - Surabaya / Jawa Timur
2. Universitas Andalas - Padang / Sumatera Barat
3. Universitas Bengkulu - Bengkulu
4. Universitas Brawijaya / UNBRAW / UNIBRAW - Malang
5. Universitas Cenderawasih / UNCEN - Jayapura
6. Universitas Diponegoro / UNDIP - Semarang
7. Universitas Gadjah Mada / UGM - Yogyakarta
8. Universitas Haluoleo - Kendari
9. Universitas Hasanuddin / UNHAS - Makassar
10. Universitas Indonesia / UI - Depok
11. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah - Jakarta
12. Universitas Jambi - Jambi
13. Universitas Jenderal Soedirman - Purwokerto
14. Universitas Khairun Ternate - Ternate
15. Universitas Lambung Mangkurat - Banjarmasin
16. Universitas Lampung / UNILA - Bandarlampung
17. Universitas Malikussaleh - Lhokseumawe / Nanggro Aceh Darussalam
18. Universitas Mataram - Mataram
19. Universitas Mulawarman / UNMUL - Samarinda
20. Universitas Negeri Gorontalo - Gorontalo
21. Universitas Negeri Jakarta / UNJ - Jakarta
22. Universitas Negeri Jember / UNEJ - Jember
23. Universitas Negeri Makassar - Makassar
24. Universitas Negeri Malang - Malang / Jawa Timur
25. Universitas Negeri Manado - Manado
26. Universitas Negeri Medan - Medan / Sumatera Utara
27. Universitas Negeri Padang - Padang
28. Universitas Negeri Papua Manokwari - Papua
29. Universitas Negeri Sebelas Maret - Solo
30. Universitas Negeri Semarang - Semarang / Jawa Tengah
31. Universitas Negeri Surabaya - Surabaya / Jawa Timur
32. Universitas Negeri Yogyakarta - Yogyakarta
33. Universitas Nusa Cendana - Kupang NTT
34. Universitas Padjadjaran - Bandung
35. Universitas Palangkaraya - Palangkaraya
36. Universitas Pattimura - Ambon
37. Universitas Pendidikan Indonesia - Bandung
38. Universitas Riau - Riau
39. Universitas Sam Ratulangi - Manado
40. Universitas Sriwijaya - Palembang
41. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Serang
42. Universitas Sumatera Utara - Medan
43. Universitas Syiah Kuala - Banda Aceh
44. Universitas Tadulako - Palu
45. Universitas Tanjungpura - Pontianak
46. Universitas Terbuka - Jakarta
47. Universitas Trunojoyo Madura - Bangkalan
48. Universitas Udayana - Denpasar / Bali
49. Institut Pertanian Bogor / IPB - Bogor / Jawa Barat
50. Institut Teknologi Bandung / ITB - Bandung / Jawa Barat
51. Institut Teknologi Sepuluh Nopember / ITS - Surabaya
52. IAIN Alauddin - Makasar
53. IAIN Antasari - Banjarmasin
54. IAIN Ar-Raniry - Banda Aceh
55. IAIN Imam Bonjol - Padang
56. IAIN Jakarta - Jakarta
57. IAIN Raden Intan - Bandar Lampung
58. IAIN Raden Patah - Palembang
59. IAIN Sultan Toha Syaifuddin - Jambi
60. IAIN Sumatera Utara - Medan
61. IAIN Sunan Ampel - Surabaya
62. IAIN Sunan Kalijaga - Yogyakarta
63. IAIN Walisongo - Semarang
64. IKIP Negeri Singaraja - Bali
65. Institut Ilmu Pemerintahan - Depdagri
66. Institut Seni Indonesia (ISI) - Denpasar
67. Institut Seni Indonesia (ISI) - Yogyakarta
68. Politeknik Elektronika Negeri - Surabaya
69. Politeknik Manufaktur - Bandung
70. Politeknik Negeri Ambon - Ambon
71. Politeknik Negeri Bali - Bali
72. Politeknik Negeri Bandung - Bandung / Jawa Barat
73. Politeknik Negeri Banjarmasin - Banjarmasin
74. Politeknik Negeri Jakarta - Jakarta
75. Politeknik Negeri Jember - Jember / Jawa Timur
76. Politeknik Negeri Kupang - Nusa Tenggara Timur
77. Politeknik Negeri Lampung - Lampung
78. Politeknik Negeri Lhokseumawe - NAD
79. Politeknik Negeri Makasar - Makassar
80. Politeknik Negeri Malang - Jawa Timur
81. Politeknik Negeri Manado - Manado
82. Politeknik Negeri Medan - Sumatera Utara
83. Politeknik Negeri Padang - Sumtra Barat
84. Politeknik Negeri Pontianak - Pontianak
85. Politeknik Negeri Samarinda - Samarinda
86. Politeknik Negeri Semarang - Jawa Tengah
87. Politeknik Negeri Sriwijaya - Palembang
88. Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya - Jawa Timur
89. Politeknik Pertanian Negeri Jember - Jawa Timur
90. Politeknik Pertanian Negeri Kupang - Kupang NTT
91. Politeknik Pertanian Negeri Lampung - Lampung
92. Politeknik Pertanian Negeri Pangkep - Pangkep
93. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh - Payakumbuh
94. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda - Samarinda
95. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) - Jakarta
96. Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung - Jawa Barat
97. Sekolah Tinggi Seni Indonesia Padang Panjang - Padang
98. Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta - Surakarta
99. STAIN Batusangkar - Sumatera Barat
100. STAIN Cirebon - Jawa Barat
101. STAIN Curup - Bengkulu
102. STAIN Datokarama Palu - Sulteng
103. STAIN Jawa Tengah - Sukoharjo / Jawa Tengah
104. STAIN Jember - Jawa Timur
105. STAIN Padang Sidempuan - Sumatera Utara
106. STAIN Pamekasan - Jawa Timur
107. STAIN Parepare - Sulawesi Selatan
108. STAIN Pekalongan - Jawa Tengah
109. STAIN Samarinda - Kalimantan Timur
110. STAIN Tulungagung - Jawa Timur
111. STAIN Watampone - Sulawesi Selatan
112. STPDN - Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri / IPDN - Institut Pemerintahan Dalam Negeri - Sumedang / Jawa Barat

baca selengkapnya - Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia

Minggu, 17 Juli 2011

PROFIL PONDOK PESANTREN USWATUN KHASANAH

A. SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN USWATUN KHASANAH DAN PERKEMBANGANNYA
Pondok pesantren  “USWATUN KHASANAH” Desa Kalirandu, Kec. Petarukan, Kab. Pemalang, tepatnya di Jalan Phandawa RT 05/01. Didirikan bulan Syawal 1417 H/1995 M. Pada saat itu, kegiatan belajar mengajar dilakukan di mushola Al-Fudhola. Setelah kurang lebih lima tahun para santri bergelut dengan kitab-kitab klasik di mushola tersebut, maka atas inisiatif pengasuh pondok, yaitu Al Mukaram Kyai Sholeh Ahmad Al-hafidz yang merupakan menantu dari Kyai Fadholi. Beliau sendiri sebenarnya bukan warga asli desa Kalirandu melainkan penduduk Desa Keboijo Petarukan. Beliau merupakan alumnus dari pondok pesantren Al-Mubarok- Medono Pekalongan di bawah Asuhan Al-Magfurlah K.H. Anshor Abdulatif.
Beserta para alumninya dan masyarakat setempat, serta beberapa santrinya yang masih sedikit, beliau (Kyai Sholeh Ahmad Al-Hafidz) dengan penuh keyakinan dan harapan dari Allah SWT serta didorong oleh kemauan dan kerja keras mulailah beliau mendirikan sebuah pondok di atas tanah wakaf seluas 20 m2 yang dulunya merupakan mushola Al-Fudhola. Pembangunan pondok pesantren tersebut tidak dilalui dengan mudah. Beliau merasakan sendiri betapa sulitnya mendirikan sebuah pesantren tanpa adanya uang sepeserpun dikantongnya. Membangun sebuah tempat pendidkan sangatlah tidak semudah membalikan kedua telapak tangan. Bisa dibayangkan, untuk membangun sebuah gedung yang berlantai dua saja kurang lebih dibutuhkan dana ratusan juta rupiah, sedangkan pada saat itu beliau al-Mukarom Kyai Sholeh, tidak mempunyai uang sebanyak itu. Beliau selalu mewasiatkan kepada santri-santrinya agar tidak cepat putus asa dan mau berusaha. “Dadi wong kui ojo putus asa, seng penting usaha, mengko tinggal Allah sing nentuake, yakino karo sing gawe urep, lamon pati-pati digawe urep yo mesti gusti Allah ora bakal ngelantarake.” Demikian kurang lebih ucapan beliau ketika memberi nasehat kepada para santrinya.
Dengan hanya modal keyakinan yang kuat terhadap janji Allah yang tertera dalam surat Attalaq, tentang keutamaan dan pahala bagi orang-orang yang bertakwa, maka melalui dana swadaya masyarkat berdirilah pondok pesantren pertama yang ada di desa kalirandu yang diberi nama “USWATUN KHASANAH”.
Pemberian nama tersebut tidak serta merta diberikan. Nama ini merupakan cerminan dari akhlakRasulullah saw yang merupakan suri tauladan bagi semua umat manusia, diharapkan dengan tabrukan terhadap diri Rasulullah, maka pesantren ini kelak akan menjadi uswah khasanah (suri tauladan yang baik) bagi pesantren-pesantren yang lain pada khususnya dan bagi masyarkat pada umumnya.
Pembangunan pondok pesantren Uswatun Khsanah memakan waktu kurang lebih selama setahun, selama itu pula kegiatan belajar mengajar terpaksa dipindah ke ndalem sang pengasuh. Hingga akhirnya pembangunan pondok selesai.
Pada awal tahun 2000, Pondok Pesantren Uswatun Khasanah sudah bisa menempati gedung milik sendiri dengan jumlah santri pada waktu itu mencapai 270 santri baik putra maupun putri, mukim maupun yang tidak mukim. Hingga tahun 2005, Pondok Pesantren Uswatun Khasanah telah mendapatkan pengakuan dan nomor induk statistik dari kantor Departemen Agama Pemalang.

B. ORGANISASI DAN SUSUNAN PENGURUS
Dalam kelembagaan pendidikan, Pondok Pesantren Uswatun Khasanah berdiri secara mandiri dan mempunyai lembaga hukum tersendiri dengan Akta Notaris No : 3 Tahun 2005
Adapun susunan pengurusnya adalah sebagai berikut :
I.  Pengasuh                : Kyai Sholeh Ahmad Al-hafidz
II. Ketua                     : Ustd. Ahmad Nadhif
III. Sekretaris              : Ustd. Mutarofiq, S.Ag
IV.  Bendahara            : Agus Irianto
V. Pembantu Umum    : Ustd. Rifa’i, S. Pd
Nomor Induk Statistik          : 51.2.33.27.10.7.
Nomor HP                              : 081911669733

C. KEGIATAN PENDIDIKAN ATAU KBM
            Kegiatan belajar mengajar dalam Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah meliputi kegiatan harian, mingguan, bulanan dan tahunan.

1. Harian        : Dimulai pukul 15.30 WIB sampai dengan 16.30 WIB diikuti oleh
                          semua santri madrasah setiap harinya, kecuali hari Ahad (libur)
2. Mingguan   : Ekstra kurikuler yang diikuti oleh santri kelas 2, 3, dan 4 Madrasah Diniyah Awaliyah
                          antara lain:  Seni Rebana (Hadroh), Seni tilawah, Bahasa Inggris, Pembacaan Maulid 
                          dan   kaligrafi.
3. Bulanan      : Istighosah dan bakti sosial
4. Tahunan    :  - Menyelenggarakan santunan yatim piatu
                         - Menyelenggarakan wisuda madrasah dan khaflah akhirisanah
                         - Menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi, dll

D. KEADAAN KEPALA MADIN, DEWAN ASATIDZ, DAN SANTRI
            Dalam tahun ajaran 1431-1432 H, keadaan dan jumlah dewan asatidz dan santri adalah sebagai berikut :
a. Pengasuh     : Ky. Sholeh Ahmad Al-Hafidz
b. Dewan Asatidz meliputi lima ustadz dan lima ustadzah, yaitu :
            1. Ustad Ahmad Nadhif                    
            2. Ustad Abdul Fatah
            3. Ustad M. Saepudin Zuhri
            4. Ustad Fatkhurozi
            5. Ustad Jahidin

A. SANTRI PONDOK PESANTREN
KELAS
SANTRI PUTRA
SANTRI PUTRI
JUMLAH
Ba’da Magrib I
10
12
22
Ba’da Magrib II
11
8
19
Baida Magrib III
5
15
20
Ba’da Subuh
7
-
7
JUMLAH
68

B. SANTRI MADRASAH ( DALAM NAUNGAN PONDOK PESANTREN )
KELAS
SANTI PUTRA
SANTRI PUTRI
JUMLAH
o (nol kecil)
15
20
35
O (Nol Besar)
19
22
41
I (Satu)
20
22
46
II (Dua)
20
31
51
III (Tiga)
17
26
43
IV (Empat)
12
16
28
JUMLAH
244

C. SANTRI TPQ ( DALAM NAUNGAN PONDOK PESANTREN )
KELAS
SANTRI PUTRA
SANTRI PUTRI
JUMLAH
Ba’da Dzuhur
40
55
95
Ba’da Magrib
30
37
67
JUMLAH
162


E. SARANA DAN PRASARANA PONDOK PESANTREN
Sarana yang dimiliki madrasah adalah sebagai berikut :
No.
Sarana dan prasarana
Jumlah
Keadaan
1
Ruang Kelas
4
Baik
2
Tempat Ibadah
1
Baik
3
Papan Tulis
4
Rusak ringan
4
MCK
2
Rusak ringan
5
Mesin Ketik
1
Baik
6
Pengeras suara
1
Rusak ringan
7
Asrama
4
Rusak ringan

- Gedung pondok pesantren dua lantai
- Nomor Akta Wakaf 568

F. PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
            Pada perkembangannya, Pondok Pesantren “USWATUN KHASANAH” mengalami pertambahan santri, banyak santri yang berminat untuk mendalami ilmu agama,  yang selanjutnya menjadikan ruang kelas tidak lagi mencukupi. untuk itu, pihak pondok pesantren dan masyarakat setempat memprogramkan dalam jangka pendek untuk sesegera mungkin membangun ruang kegiatan belajar mengajar di atas tanah sisa bangunan yang ada dan bersetatus wakaf.

G. KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DI TENGAH MASYARAKAT
            Dengan adanya Pondok Pesantren “USWATUN KHASANAH” di tengah masyarakat, maka alhamdulilah bisa mewarnai, meladeni dan mengabdi kepada masyarakat khususnya dalam bidang sosial keagamaan, dan berusaha memasyarakatkan ajaran agama Islam ditambah dengan dekatnya pondok pesantren dengan masjid setempat, menjadikan masjid yang ada di lingkungannya tambah syi’ar serta menjadi bukti sumbangsih dan kontribusi Pondok Pesantren terhadap masyarakat.

H. PENUTUP
            Sebagai lembaga pendidikan keagamaan, Pondok Pesantren “USWATUN KHASANAH” turut serta bersama masyarakat mengentaskan kebodohan, dalam hal ini yang paling penting adalah peningkatan ahlakul karimah yang pada era sekarang ini telah melemah akibat tak terbendungnya arus globalisasi. Pondok Pesantren “USWATUN KHASANAH” juga senantiasa berupaya mencetak generasi muslim dan muslimat yang pancasilais, mecintai kesatuan NKRI, serta mendidik para penerus bangsa agar mempunyai SDM yang memadai.
baca selengkapnya - PROFIL PONDOK PESANTREN USWATUN KHASANAH

Sholawat Langitan